27 Maret

20131009-155109.jpg

“Entar jadi ke sini, kan?”

“Ya udah. Aku tunggu, deh. Entar kita rayain di sini aja. Aku udah siapin semua, kok.”

Mia, gadis pemilik toko buku di ujung jalan sebuah kawasan kota itu, meletakkan telepon genggamnya di meja kasir. Setengah jam lagi setelah toko bukunya tutup, dia akan menikmati malam romantis dalam sebuah candle light dinner.

Mia menutup rolling door toko bukunya, dan membiarkan pintu kecil di bagian kanan tetap terbuka. Untuk jaga-jaga kalau masih ada pelanggan yang datang. Sebelum kembali duduk, dia mengecek meja kecil dengan dua kursi di sudut ruangan. Sebuah menu sederhana disiapkannya. Dua piring nasi goreng mawut tampak berseberangan. Di tengahnya kue ulang tahun yang didominasi warna coklat, tersaji. Lilin berbentuk angka 3 dan 5 tertancap bersisian.

Mia menatap lekat ke arah pintu. Belum ada tanda-tanda orang hendak masuk. Dia memangku dagunya dengan kedua tangan yang bertumpu pada meja kasir. Pandangannya berpindah ke kalender meja di sampingnya. 27 Maret. Hari ulang tahunnya yang bertepatan dengan 100 hari meninggal suaminya. Dan, sejak itu, toko bukunya sepi pengunjung. Bagaimanapun juga, dia tidak sepandai suaminya dalam menggaet pelanggan baru.

Airmata perlahan menetes dari sudut matanya yang sedari tadi sudah sembab. Mia mengubah posisinya bersandar pada kursi busa. Wajahnya menengadah menatap kosong langit-langit berwarna putih. Sesekali dia menghela napas berat menumpahkan sesak.

Mia mengembalikan kesadaran dari keindahan masa lalunya bersama suami. Dia meyakinkan diri, bahwa dia bisa menatap masa depan, meskipun tanpa suami di sisinya lagi. Baginya, almarhum suaminya hanya sekadar masa lalu yang pantas dilupakan.

“Iya. Masuk aja,” jawab Mia saat sebuah suara yang begitu dikenalnya meminta izin untuk masuk.

Jarum pendek jam dinding tepat menunjuk angka 9. Kini, waktu yang ditunggunya telah tiba. Mia pun menyalakan lilin, lalu memencet saklar lampu di dekat kursinya. Tak ada lagi cahaya di ruangan itu, selain redup lilin menerangi.

“Selamat ulang tahun, Sayang. Semoga segala harapan terbaik dalam kebaikan hidup dapat tercapai sebaik-baiknya dalam lindunganNya. Aamiin.”

Sebuah suara yang sangat dikenalnya kembali hinggap di sanggurdi telinganya.

“Aamiin. Makasih, Sayang.”

Begitu saja. Tanpa kecupan. Dan, tanpa hadiah diberikan.

“Tiup lilinnya, gih!”

Mia meniup lilin ulang tahunnya. Seketika itu juga, tak ada lagi titik cahaya benda tertangkap oleh lensa matanya. Semua menghilang, termasuk bayangannya sendiri — teman bicara yang menguatkannya selama ini.

~ mo ~

7 thoughts on “27 Maret

Leave a comment