Catatan Kebahagiaan (1)

Sore tadi saya sedang disibukkan salah satu dengan tugas rutin di kantor LSM, yaitu membuat laporan kegiatan. Di sela-selanya saya menyempatkan diri menulis bab II novel kolaborasi. Sesekali saya juga melirik naskah nonfiksi tentang kerajinan dari kotak bekas yang membutuhkan banyak revisi dari editor nonfiksi Penerbit Gramedia Pustaka Utama agar nantinya bisa menjadi pertimbangan untuk…

Pahlawan Literasi: Harapan Besar dari Hal Kecil

“Aha! Ketemu juga akhirnya!” Teriakanku mengagetkan Opin yang duduk di sebelahku. Gawai yang dipegangnya hampir saja terlepas. “Bapak cari apa, sih?” Aku tidak segera menjawab pertanyaan Opin. Syaraf ujung telunjukku masih memilih menerima rangsang dari permukaan roda tetikus. Pergerakan roda yang membuat layar beegerak turun naik. Selembar kertas putih bertinta hitam dengan pinggiran motif berwarna…

Pahlawan Literasi: Tulisan dari Catatan

“Bapak, sih, tidak mengingatkan Opin tadi.” Anak laki-laki yang duduk di bangku kelas V SD itu terlihat menekuk wajahnya. Aku tahu ini bukanlah murni kesalahanku. Namun, aku memilih untuk mengalah dan meminta maaf padanya. “Soalnya tadi itu terburu-buru, Mas. Siapa coba yang tadi lama siap-siapnya?” tanyaku mengelus kepalanya. Opin pun tersenyum kecil kemudian meminta maaf…

Pahlawan Literasi: Belajar dari Ahli

“Di mana dia, Mak?!” Suara teriakanku memecah pagi. Selanjutnya terdengar langkah kaki berjalan cepat menuju ke arahku. “Bapak cari apa, sih? Masih pagi juga,” sungut Mamak Opin sambil menyandarkan sapu ijuk di tiang teras rumah. “Koran hari ini, Mak,” kataku sambil membongkar-bongkar tumpukan kertas berukuran besar di atas meja teras. Mamak Opin terlihat sibuk membantuku.…

Pahlawan Literasi: Prestasi dari Ekspektasi

“Sudah selesai, Mas?” Opin tidak segera menjawab pertanyaanku. Dia masih menekuni papan ketik komputer di ruang kerjaku. Terdorong rasa penasaran, aku mendekatinya. Sejenak anak laki-laki itu menoleh ke arahku. Sambil menggelengkan kepala, dia kembali memainkan ujung jemari mungilnya. Jemarinya sejenak terlihat menari lincah. Di lain waktu seperti kaku di atas papan ketik. Aku hanya tersenyum…

Pahlawan Literasi: Belajar dari Berbagi

“Berhenti sudah! Tidak ada gunanya!” Demi mendengar suara perempuan itu, aku bergegas berdiri. Langkahku cepat menuju ke halaman belakang ruang kerjaku. Di belakangku, layar komputer masih berpendar. Gelombang cahaya beradu dengan binar lampu ruang kerja. Tanpa memedulikannya lagi, aku terus melangkah. Aku berhenti saat menjejak lantai teras belakang. Mataku bergerak cepat memindai setiap titik yang…

Pahlawan Literasi: Inovasi dari Strategi

“Beli beli siapa mau beli?” Suara yang rasanya akrab di telingaku itu begitu menggoda rasa ingin tahuku. Sendirian di ruang tamu setelah Opin izin main bersama teman-temannya dan mamaknya masak, aku mengisi waktu dengan membungkus buku pesanan. Aku memilih membiarkan kertas cokelat berserakan. Pun buku berjudul Pahlawan Antikorupsi menumpuk di meja saat suara anak laki-laki…

Pahlawan Literasi: Melejit dari Bangkit

“Mas … Bapak bingung ini.” Opin yang duduk di hadapanku tidak menyahut. Dia memilih menatapku lekat-lekat. Sepasang matanya terjun bebas di kedalaman mataku. Seketika tenggelam dan berdiam menjadi embun. Sejuk dan menenangkan. “Bapak kenapa?” Aku mengalihkan pandangan. Kali ini aku menatap sepasang kaki yang mulai dipenuhi dengan kerutan. Aku mengenalinya sebagai sepasang kaki yang tak…

Pahlawan Literasi: Takdir dari yang Terserak

“Bapak belum mengantuk?” Aku menggelengkan kepala. Sambil mengusap kepala anak laki-laki semata wayangku, aku menyarankan padanya untuk tidur jika sudah mengantuk. Namun, baginya saranku adalah angin lalu. Dia pun menggelengkan kepala dan justru memilih duduk lebih dekat di sampingku. Aku memahaminya sebagai keingintahuan. Setiap hari bersamanya, aku semakin paham tentang kebiasaannya. Seperti sebelum-sebelumnya, aku yakin…

Pahlawan Literasi: Inspirasi dari Berbagi

“Jangan dulu, Mas!” Setengah berteriak aku mengagetkan Opin yang sedang berdiri di depan meja kerjaku. Dia mendadak menjelma menjadi sebuah maneken. Aku sama sekali tidak menyangka teriakanku akan membuatnya seperti itu. “Kenapa, Bapak?” Sepasang mata elang milik anak laki-laki berusia hampir 12 tahun itu sedikit membulat. Perasaan bersalah perlahan menyelinap ke setiap aliran darah. Perlahan…